Keluarga kecilku

Rabu, 24 November 2010

Kajian Kitab : -Big Spirit and Desire from Knowledge Seekers of Salaaful Ummah- By : Ust. Yusran Anshar, Lc

Kajian Kitab : -Big Spirit and Desire from Knowledge Seekers of Salaaful Ummah- By : Ust. Yusran Anshar, Lc

oleh Anggun Widiatri pada 24 November 2010 jam 21:48
HIMMAH ‘ALIYAH 
(dr. Ismail Muqaddam)
Penulis buku adalah seorang ahli bedah yang tetap menuntut ilmu, tamassuk di dalam dien dan mendakwahkan ilmunya kepada ummat.  Banyak ilmuwan-ilmuwan, para dokter yang seperti ini di negara-negara muslim, seperti dokter Raghib penulis buku Misteri Shalat Subuh. Ini bukti bahwa sambil menuntut ilmu dunia, bekerja untuk ummat, mereka pun tidak pernah lupa akan kewajibannya menuntut ilmu dien-pertama dan utama- kemudian mendakwahkannya melalui pena-pena mereka. Buku ini menjelaskan tentang Bagaimana himmah/ kemauan yang besar para salaf dalam menuntut ilmu dien.
1.      Mereka adalah orang yang paling fokus menuntut ilmu
Dijelaskan di dalam buku ini, bahwa Hadi bin Hatim,menuntut ilmu sejauh 4000 km sambil berjalan kaki, hanya sekedar untuk menuntut ilmu dien mereka tidak mengenal lelah untuk melintasi berbagai negeri untuk mendapatkannya.
2.      Mengulang-ulang pelajaran/ Mudzakarah
Mereka, para salaf kebiasaannya adalah melakukan mudzakarah/ mengulang-ulang pelajarannya. Utamanya pada saat setelah shalat Isya hingga mereka tersadarkan dengan terdengarnya adzan subuh.
Bagaimana mereka mengulang-ulangnya?
Imam Bukhari, seorang periwayat hadits shahih yang paling masyhur. Beliau setiap malam berbaring, namun ia tidak tidur. Jika teringat sesuatu, beliau kembali menyalakan pelitanya;(tidak semudah menyalakan lampu) kemudian menulis. Kemudian beliau kembali lagi berbaring. Begitu seterusnya hingga 20 kali beliau mengulang-ulang mengikat ilmunya setelah ia mendapatkan ilmu.
Fathimah, anak dari Imam Syafi’i menceritakan, “Aku menyalakan pelita untuk ayahku setiap harinya sebanyak hampir 70 kali”
Urwah bin Zubair, seorang tabi’ien yang mulia- kemenakan Aisyah radhiyallahu ‘anha- melakukan mudzakarah/ mengulang-ulang ilmunya dengan mendatangi budaknya.
Beliau pun menyebut : haddatsana...wa haddatsana..hingga selesai beliau menyebutkan hadits yang beliau hapalkan.
Kemudian budaknya bertanya : Maa li ha? (Apa maksudnya?)
Beliau pun berkata : “Aku tahu, kamu tidak mengerti, namun aku hanya ingin menghapalkan  ini...”
Para salaf juga biasanya melakukan mudzakarah/ mengulang-ulang seperti menghapalkan pelajarannya dengan mengangkat suaranya.
Ada juga kisah dari salah seorang shahabat, waktu ziarah kubur di malam hari (inilah kebiasaan para shahabat; melakukan ziarah kubur untuk mengingat mati). Beliau mendengarkan suara orang yang membaca hadits. Ternyata beliau melihat Ibnu Zubair yang mengulang-ulang/ mudzakarah dari yang telah diajarkan oleh gurunya, Imam A’masy sebelumnya.
Syaikh Imam Ahmad Al-Hambali telah menelaah kitab Al-Mughni dan menamatkan menghapalkannya sebanyak 23 kali.
Imam Abu Dawud : Beliau mengimla’kan/ menceritakan hadits kepada orang yang belajar kepadanya sebanyak 40.000 hadits beserta perawi-perawi, sanad yang lengkap tanpa membaca kitabnya lagi.
Abu Ar-Razy mengatakan “Hapalanku 200.000 hadits sebagaimana orang menghapalkan surah Al-Ikhlas” (sangat mudah bagi beliau untuk mengimla’kannya).

3.      Mereka sangat mencintai buku karena cintanya kepada Ilmu.
Para salaf sangat mencintai buku, harta-harta mereka dihabiskan untuk mengoleksi kitab-kitab. Tidak hanya mengoleksi namun mereka menelaah dan menghapalkannya. Imam Az-Zuhri, tabi’ien yang merupakan murid dari Aisyah radhiyallahu ‘anha memiliki 100.000 kitab yang beliau beli dari seluruh negeri.
Istrinya mengatakan : Buku-bukunya lebih aku cemburui daripada tiga madunya (istri-istrinya) yang lain.
Sebagaimana Imam An-Nawawi, belum sempat menikah di dunia. Beliau khawatir jika ia menikahi wanita maka wanita tersebut tidak akan tahan kepadanya. Karena rasa cintanya kepada ilmu.
Namun ini bukanlah sesuatu yang menjadi patokan. Semampu kita, sebaiknya dapat mengumpulkan sebanyak-banyaknya kebaikan. Rasulullah dan para shahabat juga menikah dan tetap menuntut ilmu, menyelaraskan hak-hak pada dirinya.
Ada juga seorang ulama yang rela menjual pakaiannya agar dapat membeli buku. Beliau menjual pakaian yang dimilikinya, kemudian ditukarkan untuk membeli kitab.
Imam Ahli Tafsir, Ibnu Jarir Ath-Thabari, setiap hari menulis kurang lebih 40 lembar untuk melakukan mudzakarah/ mengulang-ulang ilmunya.
Sebagaimana juga Imam Baihaqi, yang menulis ribuan juz dari kitab-kitab yang dipelajarinya.
4.      Semangat menuntut Ilmu itu tidak berada di usia muda, namun hingga di ujung usia mereka.
Ibnul Jauzi, di usianya ke 80 tahun, beliau mendalami ilmu qiraah. Ilmu qiraat adalah yang paling rumit karena mengandung banyak jenis-jenis qiraat di didalamnya dan kita harus menghapalkan al-quran/ menjadi hafidz Al-Quran terlebih dahulu.
Imam Ath-Thabari, menjelang sakaratul maut beliau banyak didatangi oleh orang-orang di rumahnya. Suatu saat ia mendengar salah seorang berdoa, dengan doa yang beliau belum pernah dengar sebelumnya. Maka beliau berkata “Berikan aku kertas! ” Orang-orang pun bertanya, “Apa yang akan engkau lakukan? Padahal engkau sedang dalam keadaan sakit” Beliau pun berkata “Tidak bisakah aku menuntut ilmu /mencatat ilmu di ujung usiaku?”
Murid dari Abu Yusuf, di ujung usianya beliau dikunjungi oleh orang banyak. Beliau masih sempat berdiskusi dalam masalah khilafiyah/ perbedaan pendapat dalam agama. Beliau mengajak orang lain berdiskusi, memberikan pemaparan pendapat yang satu dan lain, kemudian beliau mengatakan, “...namun menurutku yang rajih adalah seperti ini...” . Kemudian yang mendengarkan beliau pun meng-iyakan perkataan beliau. Belum sampai di ujung pintu rumah beliau, beliau rahimahullah pun wafat.
Imam Ahmad berkata : Ma’al Ma’barah Ilal Maqbarah (Dengan alat tulis/ pena kita masuk ke alam kubur).
Hasan Al-Basri berkata : Siapa yang mendahuluimu dalam urusan dien, maka kejarlah; kalahkan dia. Namun siapa yang mendahuluimu dalam urusan dunia, maka lemparkanlah dunia ke lehernya (biarkanlah ia).
Begitulah para salaf dalam urusan dien maka mereka sangat mencintai ilmu dengan kecintaan yang lebih dibandingkan hanya untuk mendapatkan kenikmatan dunia.

5.      Mereka sangat takut kepada Allah.
Sufyan Ats-Tsauri, seorang ahli ibadah, dikatakan bahwa beliau adalah seorang yang seperti berada di atas perahu yang hampir tenggelam. Yakni beliau senantiasa merasa takut...Lisan beliau selalu mengatakan : “Ya Rabb, sallim, sallim...”(Ya Tuhan, selamatkan aku, selamatkan aku...)
Sejenak kita melihat mereka yang begitu dekat dengan ilmu, namun sangat takut dengan keadaan dirinya kepada Rabbnya. Jangan sampai kita menjadi Ghuruur/Tertipu dengan diri sendiri. Kita sebagai aktivis dakwah atau penuntut ilmu yang biasa mendatangi ta’lim, atau penghafal Al-quran merasa paling shaleh sendiri, karena bisa berijtihad dengan ibadah,  hingga merasa lebih baik dibandingkan yang lain bahkan merasa cukup dengan amalan-amalan kita. Wal iyaadzu billah.
Salah seorang ulama salaf mengatakan : Cukuplah rasa takut adalah tanda berilmunya seseorang, dan cukuplah rasa ghuhur (tertipu dengan diri sendiri) adalah tanda orang yang jahil (bodoh).
Ibadurrahman adalah mereka yang lama sujud dan ruku’nya dan senantiasa berdoa : “Rabbana ‘asrif anna ‘adzaaba Jahannam” (Ya Tuhan kami, jauhkan kami dari adzab/ Siksa neraka Jahannam...)
Istri dari Umar bin Abdul ‘Aziz mengatakah : “Sejak beliau mengambil tampuk kepemimpinan , suamiku tidak pernah melakukan mandi janabah..”
Beliau tidak sempat lagi beristirahat, bersenang-senang bersama keluarganya semenjak memegang kekhalifahan. Tidak pantas bagi beliau bersenang-senang dalam beristirahat sedangkan kemudian umat merasakan penderitaan. Sekarang di zaman sekarang, betapa banyak orang yang mencari jabatan agar mereka bisa bersenang-senang, mudah membeli materi dan beristirahat di atas kasur-kasur yang empuk di dalam rumah mereka yang mewah beserta fasilitas-fasilitasnya.
Seperti juga yang terjadi pada Sulaiman At-Taimi, orang-orang mengatakan : “Tidaklah kami mendatanginya, kecuali yang dilakukannya adalah beribadah kepada Allah. Kami pasti tidak mendapatinya kecuali dalam keadaan shalat, atau dalam keadaan berwudhu, atau sedang mengunjungi saudaranya, atau sedang duduk di dalam masjid. Hingga kami mengira ia tidak tahu bagaimana bermaksiat kepada Allah”

6.      Mereka adalah kaum yang senantiasa berlomba-lomba dalam mendapatkan Shaf Terdepan dalam Shalat Jama’ah.
Sufyan As-Sakir. Beliau tidak pernah meninggalkan shaf pertama di masjid selama 40 tahun.
Salah seorang imam (saya lupa mencatatnya.red), beliau memimpin shalat Jama’ah selama 60 tahun tanpa melakukan sujud sahwi. Semua orang takjub atas kemampuan beliau dalam mengimami shalat. Beliau hanya mengatakan : “Tidak pernah aku masuk ke masjid kecuali hatiku aku khususkan hanya kepada Allah”
Inilah salah satu adab mereka dalam memasuki masjid. Mereka berusaha mempersiapkan diri mereka untuk khusyu’ mengingat Allah.
Salah seorang shahabat Rasulullah, setiap kali beliau hendak berwudhu maka wajahnya selalu pucat. Shahabat lain pun bertanya kepadanya? Apa yang terjadi pada dirimu? Beliau pun menjawab : “Tahukah kamu, kepada siapa kita akan menghadap? ”
Kita biasanya sudah merasa takut jika akan menghadap penguasa, kepada guru/ dosen kita, pembimbing kita, atau siapa saja yang menjadi orang yang kita segani. Namun bagaimanakah perasaan kita ketika akan menghadap Rabb yang telah menciptakan kita?
Semoga kecintaan kita dengan amalan-amalan mereka menjadikan kita menjadikan setidaknya, salah satu amalan tersebut menjadi bagian dari diri kita. Lakukanlah amalan itu, bukan untuk diakui orang lain bahwa kita Sunni atau disebut Salafi. TAPI DENGAN NIAT KEPADA ALLAH dan azzam yang kuat, bahwa kita berusaha untuk mengikuti dan mendekati amalan-amalan para salaf karena MEREKA ADALAH GENERASI YANG DIMULIAKAN DAN DICINTAI ALLAH. Sebagaimana Ibrahim Al-Harbi, murid dari Imam Ahmad, beliau mengatakan : “Setiap kali aku melihat beliau (Imam Ahmad), maka beliau hari ini pasti lebih baik daripada kemarin
Sehingga, semoga kita yang masih harus terus belajar dan meneladani mereka,  selalu berusaha dan senantiasa berdoa agar tetap memperbaiki, dan memperbaharui niat dan amalan-amalan kita agar tetap ikhlas dan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam. Wallahu Ta’ala A’lam.
was staring the sunset when i flight on the sky

Tidak ada komentar:

Posting Komentar